Nilai Tukar Rupiah Hari Ini, Rabu 24 Desember 2025: Menguat
Wednesday, December 24, 2025       09:47 WIB

JAKARTA, investor.id -Nilai tukar (kurs) rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) menguat pada Rabu (24/12/2025), seiring pelemahan indeks dolar global dan ekspektasi pemangkasan suku bunga The Fed.
Berdasarkan data Bloomberg pada pukul 09.05 WIB di pasar spot exchange, nilai tukar rupiah hari ini menguat 14 poin (0,08%) ke level Rp 16.773 per dolar AS. Sementara itu, indeks dolar terlihat turun 0,17% ke level 97,77.
Sedangkan pada perdagangan Selasa (23/12/2025), nilai tukar rupiah terhadap dolar AS ditutup melemah 10 poin di level Rp 16.787.
Dikutip dari Reuters, tukar dolar Amerika Serikat (AS) berada di jalur mencatat kinerja tahunan terburuk dalam lebih dari dua dekade terakhir. Pelemahan dolar terjadi seiring ekspektasi pasar bahwa The Fed masih memiliki ruang untuk memangkas suku bunga, sementara sejumlah bank sentral global justru mengarah ke kebijakan pengetatan.
Pada perdagangan Asia, Rabu (24/12/2025), dolar AS masih tertekan. Data pertumbuhan ekonomi AS yang solid tidak cukup mengubah pandangan pasar terhadap prospek kebijakan moneter The Fed. Investor kini memperkirakan sekitar dua kali pemangkasan suku bunga tambahan pada 2026.
Kepala Ekonom AS Goldman Sachs David Mericle menyatakan, The Fed berpotensi memangkas suku bunga masing-masing 25 basis poin hingga ke kisaran 3-3,25%. Namun, risiko kebijakan dinilai masih condong ke arah yang lebih dovish seiring melambatnya inflasi.
Terhadap sekeranjang mata uang utama, indeks dolar turun ke level terendah dalam 2,5 bulan di 97,767. Secara tahunan, dolar tercatat melemah sekitar 9,9%, yang berpotensi menjadi penurunan terdalam sejak 2003.
Sepanjang 2025, dolar AS bergerak volatil. Kebijakan tarif Presiden AS Donald Trump yang kerap berubah memicu krisis kepercayaan terhadap aset AS. Selain itu, meningkatnya pengaruh Trump terhadap The Fed turut memunculkan kekhawatiran pasar terkait independensi bank sentral tersebut.
Kekhawatiran Pasar
Analis HSBC menilai pelebaran premi risiko dolar pada Desember mencerminkan kekhawatiran pasar terhadap independensi The Fed, bukan semata-mata soal arah suku bunga. Dengan banyak bank sentral negara maju masih bersikap menahan suku bunga, serta bias dovish The Fed yang tipis, prospek dolar dinilai masih condong melemah.
Sebaliknya, euro justru menguat tajam. Mata uang tunggal Eropa itu menyentuh level tertinggi dalam tiga bulan di US$ 1,1806 dan telah naik lebih dari 14% sepanjang tahun ini, berpotensi mencatat kinerja terbaik sejak 2003. Bank Sentral Eropa (ECB) pekan lalu menahan suku bunga sekaligus merevisi naik proyeksi pertumbuhan dan inflasi, yang memperkecil peluang pelonggaran lanjutan dalam waktu dekat.
Penguatan juga terjadi pada dolar Australia dan dolar Selandia Baru, seiring ekspektasi pasar bahwa kebijakan suku bunga berikutnya di kedua negara tersebut justru berpotensi mengarah ke kenaikan. Dolar Australia telah menguat sekitar 8,4% sepanjang tahun, sementara dolar Selandia Baru naik 4,5%.
Poundsterling turut mencetak penguatan ke level tertinggi tiga bulan di US$ 1,3531 dan telah naik lebih dari 8% sepanjang 2025. Investor memperkirakan Bank of England akan memangkas suku bunga setidaknya satu kali pada paruh pertama 2026.
Perhatian pasar valas kini tertuju pada yen Jepang. Pelaku pasar tetap waspada terhadap potensi intervensi pemerintah Jepang untuk menahan pelemahan mata uang tersebut.
Menteri Keuangan Jepang Satsuki Katayama menegaskan pemerintah memiliki keleluasaan penuh untuk merespons pergerakan yen yang berlebihan. Pernyataan itu langsung menahan tekanan terhadap yen, yang menguat sekitar 0,4% ke level 155,60 per dolar AS.
Meski Bank of Japan (BoJ) baru saja menaikkan suku bunga, langkah tersebut telah diantisipasi pasar. Nada kebijakan Gubernur BoJ Kazuo Ueda yang dinilai kurang hawkish membuat yen kembali tertekan, sehingga meningkatkan kewaspadaan pasar terhadap kemungkinan aksi beli yen oleh otoritas Jepang, terutama menjelang akhir tahun saat likuiditas pasar menipis.

Sumber : investor.id