Pasar Telaah Dampak Serangan Trump, Mata Uang Emerging Asia Berguguran
Monday, July 15, 2024       15:25 WIB

Ipotnews - Mata uang emerging Asia berguguran versus dolar, Senin, karena investor berspekulasi bahwa serangan terhadap mantan Presiden AS Donald Trump akan meningkatkan peluang terpilihnya kembali Trump pada November, sehingga memicu kekhawatiran akan ketidakstabilan.
Prospek kembalinya Trump ke Gedung Putih setelah serangan itu meningkatkan kekhawatiran investor bahwa kebijakan perdagangannya yang hawkish, peraturan dan rencana fiskal yang longgar, serta potensi pemotongan pajak dapat mendorong inflasi dan menghambat pemangkasan suku bunga.
Indeks Dolar (Indeks DXY) terakhir diperdagangkan 104,270 terhadap sekeranjang enam mata uang utama, demikian laporan  Reuters,  di Bengaluru, Senin (15/7).
"Saya melihat peluang Trump trade semakin menguat dalam beberapa bulan ke depan hingga November, kecuali jika Partai Demokrat dapat memberikan alternatif yang benar-benar kredibel," kata Hemant Mishr, Chief Investment Officer S Cube Capital, Singapura.
"Saya berani bertaruh pada pertumbuhan yang tinggi, perdagangan dengan inflasi yang tinggi - sektor keuangan dan energi akan berjalan dengan baik, dan hal ini akan berdampak negatif bagi mata uang Asia."
Won Korea Selatan merosot 0,6% ke level terendah sejak awal Juli, sedangkan baht Thailand dan peso Filipina masing-masing kehilangan 0,4% dan 0,3%.
Rupiah turun 0,3% setelah reli delapan hari hingga Jumat, menjelang pertemuan kebijakan moneter Bank Indonesia, Rabu.
"Pelemahan nilai tukar rupiah saat ini kemungkinan besar terjadi setelah adanya payback yang kuat selama Juni karena kekhawatiran potensi selip fiskal di bawah pemerintahan Prabowo," kata Khoon Goh, Kepala Riset ANZ.
BI diperkirakan mempertahankan suku bunga sebesar 6,25% pada pertemuan minggu ini, namun mungkin akan memangkasnya 25 basis poin pada kuartal berikut, menurut jajak pendapat  Reuters. 
Ekuitas di emerging market Asia variatif, dengan saham di Malaysia naik 0,6%, sedangkan di Taiwan dan Thailand masing-masing menyusut 0,2% dan 0,7%.
Indeks acuan Filipina melejit sebanyaknya 1%, diperdagangkan di sekitar level tertinggi sejak awal Mei.
China, mitra dagang terbesar di kawasan ini, melaporkan pertumbuhan ekonomi kuartal kedua yang jauh lebih lambat dari perkiraan, sehingga menjaga ekspektasi bahwa Beijing perlu menyuntikkan lebih banyak stimulus untuk mendongkrak pertumbuhan.
Yuan China tergelincir dari level puncak satu bulan terhadap dolar yang dicapai pada sesi sebelumnya, sementara indeks Shanghai Composite diperdagangkan sedikit lebih tinggi. (ef)

Sumber : Admin